Selasa, 12 Juli 2016

Kelinci vs Kura-Kura

oleh : Made Teddy Artiana

Adalah sebuah perlombaan lari antara seekor kura-kura dan kelinci. Kelinci dengan pongah yakin bahwa dirinyalah yang akan memenangkan perlombaan itu. Sementara kura-kura tetap tenang tidak terusik oleh sesumbar kelinci. Perlombaanpun dimulai. Kelinci segera berlari secepat-cepatnya meninggalkan kura-kura. Merasa sudah pasti menang, di tengah jalan kelinci memutuskan untuk beristirahat. Tanpa ia sadari, karena kelelahan, kelincipun tertidur pulas. Sementara kura-kura lambat-laun tiba di tempat itu, lalu meneruskan perlombaan hingga garis akhir. Alhasil kura-kura yang dinilai lamban itulah yang kemudian keluar sebagai pemenang.

Dongeng klasik yang sarat dengan nilai-nilai kebaikan di atas tentu akrab di telinga kita. Yang menakjubkan dari semua itu adalah, filosofi kura-kura kemudian diadopsi ke dalam sebuah sistem produksi mobil modern.



“Kura-kura yang lamban tapi konsisten mengakibatkan lebih sedikit pemborosan dan jauh lebih diinginkan daripada kelinci yang cepat dan mengungguli perlombaan dan kemudian berhenti setelah selang beberapa waktu untuk beristirahat. Toyota Production System hanya dapat direaisasikan jika semua karyawan menjadi kura-kura”, ujar Taiichi Ohno salah seorang arsitek yang menyusun blue print dari Toyota Production System.

Seolah mengaminkan ucapan Taiichi Ohno, para pemimpin Toyota-pun berpendapat serupa. “Kami lebih suka lambat dan mantap seperti kura-kura daripada cepat dan tersentak-sentak seperti kelinci. (The Toyota Way, Jeffrey K. Liker, 2004)

            Bukan rahasia lagi jika kita lebih menyukai cara kerja seekor kelinci dibandingkan kura-kura. Masyarakat modern terlanjur menganggap kecepatan adalah segalanya. Kita terburu-buru  mengejar sesuatu dan diburu-buru oleh segala sesuatu. Sebelum akhirnya kelelahan, stress dan tidak jarang kehilangan arah tujuan yang sebenarnya.

Tentu ini jauh berbeda dengan apa yang diterapkan Toyota dalam Toyota Production System. Untuk menghilangkan Muda (pemborosan), Muri (memberi beban berlebih) dan Mura (ketidakseimbangan), mereka memanfaatkan filosofi kura-kura. Alih-alih bekerja secepat-cepatnya dengan target sebanyak-banyaknya, Toyota lebih memilih konsistensi dalam mengerjakan hal-hal kecil secara berkesinambungan, walaupun terkesan lambat.


Ternyata tanpa sebuah konsistensi dan arah yang jelas, kecepatan kemungkinan besar contra productive (*) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments System