oleh : Made Teddy Artiana
Adalah
sebuah perlombaan lari antara seekor kura-kura dan kelinci. Kelinci dengan
pongah yakin bahwa dirinyalah yang akan memenangkan perlombaan itu. Sementara
kura-kura tetap tenang tidak terusik oleh sesumbar kelinci. Perlombaanpun
dimulai. Kelinci segera berlari secepat-cepatnya meninggalkan kura-kura. Merasa
sudah pasti menang, di tengah jalan kelinci memutuskan untuk beristirahat.
Tanpa ia sadari, karena kelelahan, kelincipun tertidur pulas. Sementara
kura-kura lambat-laun tiba di tempat itu, lalu meneruskan perlombaan hingga
garis akhir. Alhasil kura-kura yang dinilai lamban itulah yang kemudian keluar
sebagai pemenang.
Dongeng
klasik yang sarat dengan nilai-nilai kebaikan di atas tentu akrab di telinga
kita. Yang menakjubkan dari semua itu adalah, filosofi kura-kura kemudian
diadopsi ke dalam sebuah sistem produksi mobil modern.
“Kura-kura
yang lamban tapi konsisten mengakibatkan lebih sedikit pemborosan dan jauh
lebih diinginkan daripada kelinci yang cepat dan mengungguli perlombaan dan
kemudian berhenti setelah selang beberapa waktu untuk beristirahat. Toyota
Production System hanya dapat direaisasikan jika semua karyawan menjadi
kura-kura”, ujar Taiichi Ohno salah seorang arsitek yang menyusun blue
print dari Toyota Production System.
Seolah mengaminkan
ucapan Taiichi Ohno, para pemimpin Toyota-pun berpendapat serupa. “Kami lebih
suka lambat dan mantap seperti kura-kura daripada cepat dan tersentak-sentak
seperti kelinci. (The Toyota Way, Jeffrey K. Liker, 2004)
Bukan rahasia lagi jika kita lebih
menyukai cara kerja seekor kelinci dibandingkan kura-kura. Masyarakat modern
terlanjur menganggap kecepatan adalah segalanya. Kita terburu-buru mengejar
sesuatu dan diburu-buru oleh segala sesuatu. Sebelum akhirnya kelelahan, stress
dan tidak jarang kehilangan arah tujuan yang sebenarnya.
Tentu ini
jauh berbeda dengan apa yang diterapkan Toyota dalam Toyota Production
System. Untuk menghilangkan Muda (pemborosan), Muri (memberi
beban berlebih) dan Mura (ketidakseimbangan), mereka memanfaatkan
filosofi kura-kura. Alih-alih bekerja secepat-cepatnya dengan target
sebanyak-banyaknya, Toyota lebih memilih konsistensi dalam mengerjakan hal-hal
kecil secara berkesinambungan, walaupun terkesan lambat.
Ternyata
tanpa sebuah konsistensi dan arah yang jelas, kecepatan kemungkinan besar contra
productive (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar